Minggu, 18 Oktober 2009

BUKU TERBITAN BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP PROVINSI BALI MASUK NOMINASI PERAIH KATHULISTIWA LITERARY AWARD



Dua buah buku kumpulan puisi yang penerbitannya dibiayai melalui Program Widya Pataka Tahun 2008 pada Badan Perpustakaan dan arsip Provinsi Bali masuk nominasi 10 besar peraih penghargaan tingkat nasional Khatulistiwa Literary Award Tahun 2009. Kedua buku kumpulan puisi tersebut adalah ”Dongeng Anjing Api” karya Sindu Putra dan ”Pastoral Kupu-Kupu” karya Made Suantha. Kedua buku tersebut berpeluang mendapatkan penghargaan dan uang tunai seratus juta rupiah. Pemberian penghargaan direncanakan pelaksanaannya pada pertengahan Nopember 2009.

Khatulistiwa Literary Award (KLA) diselenggarakan untuk mendukung perkembangan sastra di Indonesia. Penghargaan ini diberikan kepada penulis yang karyanya dipilih oleh dewan juri sebagai karya terbaik dalam kurun waktu 12 bulan sebelum masa penjurian. KLA pertama diadakan tahun 2001 dan saat ini sudah memasuki pelaksanaan tahun ke 9.

Setiap tahun sekitar bulan November, Anugerah Sastra Khatulistiwa mengumumkan pemenang-pemenang penulis kreatif dalam tiga kategori : fiksi, puisi dan karya fiksi terbaik penulis di bawah umur 30. Kriteria keikutsertaan panel penyeleksi akan mengumpulkan karya-karya sastra yang diterbitkan dari bulan Juni tahun lalu hingga awal bulan Juli 2009. Karya-karya sastra yang akan dipilih adalah karya-karya yang tidak pernah diterbitkan sebelumnya, atau, untuk kumpulan cerpen dan puisi, tidak pernah diterbitkan dalam satu kumpulan yang sama dalam bentuk buku sebelumnya.

Karena Anugerah Sastra Khatulistiwa bukan lomba sastra melalui penyertaan, maka pihak penyeleksi yang dipilih oleh panitia penyelenggara yang akan menyeleksi karya-karya yang akan dinilai untuk Sepuluh Besar, Lima Besar dan kemudian Pemenang. Untuk membantu panel penyeleksi merangkum sebanyak karya mungkin untuk dinilai, panitia penyelenggara mengundang para penerbit, penulis dan distributor buku untuk mengirimkan buku-buku, paling sedikit 5 eksemplar, kepada panitia penyelenggara.
Anugerah Sastra Khatulistiwa yang didukung oleh Plaza Senayan, MontBlanc, Honda, Secure Parking dan berbagai mitra lainnya ini setiap tahunnya memberikan hadiah uang senilai seratus juta rupiah masing-masing untuk fiksi dan puisi dan 30 juta untuk karya fiksi terbaik di bawah umur 30 tahun. Karya-karya yang memenuhi persyaratan di atas akan dinilai oleh panel-panel penjuri yang terpilih dari berbagai latar kebudayaan, akademisi, dan media.

Satu kategori terbaru berhadiah 3000 Euro akan dipilih dari sepuluh karya terpilih dari KLA kemudian akan dinilai oleh juri Italia, dan bila penulis karya menyetujui hak penerbitan di Italia dan hak untuk penerbitan di negara-negara lain, maka karya yang dipilih akan diberikan Anugerah Sastra Metropoli D’Asia/Khatulistiwa Literary Award 2009. 3000 Euro yang akan diberikan merupakan advance payment (atau pembayaran awal) penerbit Metro D’Asia, salah satu penerbit terbesar Italia, dan royalti tetap akan diberikan setiap periode. Kontrak dan urusan tentang penerbitan dan royalti dan lainnya, akan diurus oleh pemenang Metropoli D’Asia/Khatulistiwa Literary Award dengan penerbit itu.

Adapun judul-judul dan nama-nama penulis yang karyanya terpilih dalam 10 Besar Khatulistiwa Literary Award ke 9 tahun 2009 kategori puisi dalam urutan tidak teratur adalah sebagai berikut (1) Kolam karya Sapardi Djoko Damono, (2) Akar Berpilin karya Gus Tf. Sakai, (3) Dongeng Anjing Api karya Sindu Putra, (4) Partitur, Sketsa, Potret dan Prosa karya Wendoko, (5) Perahu Berlayar Sampai Bintang karya Cecep Syamsul Hari, (6) Pastoral Kupu-Kupu karya Made Suantha, (7) Telimpuh karya Hasan Apsahani, (8) Pemetik Bintang karya Soni Farid Maulana, (9) Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi, dan (10) Puan Kecubung karya Jimmy Maruli Alfian.

Reporter
Ketut Sumerta, SE.

Kamis, 01 Oktober 2009

RUU KEARSIPAN DISAHKAN MENJADI UNDANG-UNDANG

PROGRESIF DAN REVOLUSIONER


Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kearsipan Sayuti Asyatri menilai banyak hal-hal yang bersifat progresif dan revolusioner yang dituangkan dalam undang-undang baru pengganti UU No 7/1971 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan. Paling tidak, jika UU 7/1971 hanya memuat 13 pasal, maka RUU ini mencapai 90 pasal. Itu berarti terjadi kenaikan hampir 900 persen. “Jadi RUU ini memberi kewenangan yang lebih luas mengenai masalah kearsipan,” kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu sebagaimana dikutip dari portalnya ANRI.

Menurut Sayuti, perubahan mendasar terjadi pada sistem jaringan kearsipan nasional. Kemudian juga ada perintah yang tegas dalam RUU ini, yakni penguatan peran serta masyarakat dan tekanan mengenai bagaimana mengembalikan arsip-arsip di tempat lain ke arsip nasional. Selain itu, pengertian arsip juga diperluas, sebagai sambungan dari memori kolektif bangsa. “Pengertiannya bukan hanya arsip sebagai dokumen, melainkan juga dalam bentuk barang warisan budaya seperti meja, batu dan lain sebagainya. Nanti akan ada pengaturan lagi. Sebab kalau warisan budaya itu terbuka untuk umum sedangkan arsip itu harus ada yang dirahasiakan. Tapi paling tidak siapa yang memerlukan bisa mengaksesnya,” katanya lagi.

Dalam RUU ini, masih menurut Sayuti, juga ditekankan aspek pelayanan kepada masyarakat, yakni dibuat semacam standar pelayanan yang akan dilaksanakan oleh para pejabat pelaksana di bidang kearsipan. Mereka harus memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh arsip. “Ini kita sinkronkan dengan UU mengenai Kebebasan Memperoleh Informasi,” ujarnya.

Yang menarik, komunitas kearsipan juga bakal mempunyai istilah baru, yakni Daftar Pencarian Arsip atau DPA. Istilah ini digunakan untuk “memburu” arsip-arsip yang dinyatakan atau diumumkan sebagai harus berada di lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Ini tertuang dalam RUU Kearsipan yang akan menjadi pengganti UU No 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan.

“Jadi kalau polisi punya DPO, kami juga punya DPA. Intinya sama, yakni sama-sama merupakan daftar pencarian atau arsip yang harus diserahkan kepada arsip nasional. Jika tidak, maka pemegang arsip itu akan dikenai sanksi pidana,” kata Kepala ANRI Djoko Utomo di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Djoko menjelaskan, DPA ini merupakan satu bentuk kesungguhan lembaga kearsipan dalam mengumpulkan arsip-arsip yang bernilai sejarah bagi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, ANRI akan mengumumkan (declair) berbagai arsip yang dirasa perlu untuk segera dikembalikan ke ANRI.

“Misalnya arsip Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1965). Setelah lembaga kearsipan declair DPA karena kita mengetahui ada orang yang menyembunyikan arsip itu, maka jika dia tetap tidak mengembalikan arsip dimaksud akan dipidana” ujar Djoko mengingatkan.

Selain itu, Djoko juga berpendapat bahwa ANRI tidak hanya fokus pada sanksi melainkan juga penghargaan. “Artinya, bagi mereka yang seharusnya mengembalikan arsip tetapi tidak dilakukan maka akan dikenai sanksi (punishment), sedangkan mereka yang dengan kesadaran sendiri menyerahkan arsip kepada ANRI akan diberi penghargaan (reward),” katanya lagi.

Dengan begitu, Djoko sekaligus ingin terus mendorong kampanye sadar arsip di tengah masyarakat. Jika masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap arsip, dia yakin bangsa ini akan memiliki koleksi arsip yang lengkap. “Sebab arsip itu merupakan simpul pemersatu bangsa,” ujarnya.

Yang tak kalah menarik dari UU baru kearsipan ini adalah mengenai pelayanan publik. UU baru ini secara eksplisit memerintahkan ANRI dan lembaga kearsipan lainnya untuk menjalankan fungsi pelayanan publik. Pelayanan publik yang dimaksud adalah mengemban jasa konsultasi. Artinya, apabila ada perusahaan yang kehilangan arsip penting dan memerlukan arsip tersebut, maka perusahaan itu bisa meminta ANRI untuk mengumumkan bahwa arsip tadi masuk DPA. Dengan jasa ANRI, arsip itu bisa diumumkan secara bersamaan, sebab ANRI mengumumkannya secara berkala.

Menanggapi hal ini, Djoko Utomo langsung menyatakan pihaknya siap menjalankan UU ini dengan sebaik-baiknya. “Artinya, kalau lembaga kearsipan yang tidak melayani (masyarakat) dengan baik, juga bisa dikenakan hukuman. Misalnya ANRI tidak bisa memberikan layanan dengan baik, itu juga bisa kena, Jadi adil,” katanya. Oleh sebab itu, dia menyatakan telah memerintahkan jajarannya untuk memberikan pelayanan yang baik. “Saya sudah bilang kepada anak buah saya, kalau ada orang datang meminta informasi arsip dan karena kesalahan kita tidak bisa memberikan, maka saya akan mengenakan sanksi. Ini memang sifatnya internal (ANRI),” demikian Djoko Utomo.

Ketentuan pidana dalam RUU Kearsipan ini diberlakukan bagi setiap orang yang memiliki arsip tanpa hak, menyimpan dan menyebarluaskan informasi arsip tanpa hak, memusnahkan arsip dengan cara melawan hukum, mengekspor arsip ke luar wilayah negara, membocorkan arsip yang masih dalam status rahasia untuk diakses publik, dan memberikan arsip yang masih dalam status rahasia kepada pihak yang tidak berwenang.
Menurut Taufiq, salah satu hal mendasar yang membedakan arsip dengan informasi lain adalah arsip mempunyai nilai kebuktian yang sangat diperlukan bagi setiap kehidupan, mulai dari orang per orangan sampai kehidupan kenegaraan dan pemerintahan. Berdasarkan pertimbangan itu, maka negara berkepentingan mengatur pengelolaan arsip di setiap lembaga negara dan badan pemerintahan.

Secara sosiologis, kebutuhan terhadap penyempurnaan UU No 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pentingnya pengelolaan dalam suatu sistem yang komprehensif dan terpadu kearsipan lembaga-lembaga negara dan pemerintah. Kebutuhan ini, menurut Taufiq, memiliki kaitan yang erat, dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, serta penegakan kehidupan demokrasi melalui terciptanya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Reporter :
Ketut Sumerta, SE.